JATIMTIMES - Program Layanan Administrasi Kependudukan melalui Fasilitas Kesehatan (Lapak Maini) yang digagas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar kian menunjukkan hasil nyata.
Sepanjang periode berjalan, tercatat 1.128 Kartu Identitas Anak (KIA) berhasil terbit lewat layanan ini. Angka itu bukan hanya menandai konsistensi kinerja birokrasi, tetapi juga merefleksikan kemudahan yang kini dirasakan masyarakat sejak awal proses kehidupan anak mereka.
Baca Juga : DPRD Kabupaten Blitar Tekankan Transparansi dalam Perubahan APBD 2025
Dalam rapat koordinasi pelaksanaan, pembinaan, dan pengawasan pemanfaatan data kependudukan di Ruang Rapat Candi Penataran, Selasa 26 Agustus 2025, Kepala Dispendukcapil Kabupaten Blitar Tunggul Adi Wibowo menegaskan, Lapak Maini hadir sebagai jembatan sinergi antara pemerintah dan fasilitas kesehatan. Menurutnya, evaluasi ini melibatkan 24 puskesmas serta sejumlah rumah sakit se-Blitar Raya, bahkan ada partisipasi dari fasilitas kesehatan di Kediri.
“Forum ini menjadi sarana evaluasi, untuk melihat sejauh mana progres kerjasama kita khususnya dalam pelayanan akta kelahiran, KIA, dan kartu keluarga,” ujar Tunggul. Ia menyebut, beberapa kendala masih dijumpai di lapangan, mulai dari masyarakat yang belum menyiapkan dokumen saat persalinan, hingga keterlambatan penyerahan berkas penting seperti buku nikah.
Dari data yang dihimpun, rumah sakit tetap menjadi pintu masuk terbesar pengajuan dokumen. RSUD Ngudi Waluyo Wlingi menempati posisi tertinggi dengan 239 berkas akta kelahiran. Secara keseluruhan, layanan rumah sakit menghasilkan 3.980 dokumen, terdiri dari 1.284 akta kelahiran, 18 akta kematian, 1.289 kartu keluarga, 1.281 KTP elektronik, dan 1.128 KIA.
Namun di luar dominasi rumah sakit, puskesmas tetap menunjukkan kiprah signifikan. Puskesmas Kesamben tercatat sebagai penggerak utama, dengan capaian 55 dokumen, terdiri dari 18 akta kelahiran, 2 KTP elektronik, dan 35 KIA. Disusul Puskesmas Bakung serta Puskesmas Boro yang masing-masing menghasilkan 21 dokumen. Total keseluruhan pengajuan dokumen dari puskesmas mencapai 559 berkas, dengan 142 selesai dan 91 sudah terarsip.
Menurut Tunggul, capaian Puskesmas Kesamben membuktikan bahwa layanan dasar kesehatan di tingkat kecamatan mampu mengambil peran penting dalam administrasi kependudukan. “Edukasi kepada masyarakat menjadi kunci. Saat keluarga menyiapkan persyaratan sejak awal, proses penerbitan dokumen bisa selesai tepat waktu,” katanya.
Meski angka pengajuan tinggi, Tunggul mengakui, jumlah dokumen yang berhasil dicetak kadang lebih rendah. Hal ini, ujarnya, umumnya dipicu kelengkapan berkas yang belum terpenuhi. Ia mencontohkan, ada kasus ketika orang tua belum siap memberi nama bayi saat pengajuan, atau buku nikah yang tak dibawa ke rumah sakit. Untuk itu, pihaknya memberi toleransi waktu hingga 60 hari. Setelah melewati batas tersebut, masyarakat diminta mengurus langsung melalui desa, kantor Dispendukcapil, atau Tempat Layanan Adminduk (TLA) di Wlingi dan Srengat.
Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar turut menekankan pentingnya akurasi data yang masuk dari fasilitas kesehatan. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, dr. Miftakhul Huda, menuturkan bahwa pencatatan nama orang tua harus sesuai dokumen resmi. “Data kependudukan tidak boleh hanya berdasarkan informasi lisan. Nama harus divalidasi lewat KK atau buku nikah. Kalau tidak, bisa menimbulkan kesalahan di dokumen lanjutan,” jelasnya.
Ia mengingatkan, akta kelahiran bukan sekadar catatan, melainkan pintu awal akses layanan lain. Dari akta inilah nomor induk kependudukan bayi ditetapkan, yang nantinya berhubungan dengan ijazah, KTP, hingga buku nikah. Karena itu, ketepatan data sejak awal menjadi sangat krusial.
Sinergi dengan Kementerian Agama juga turut diperkuat. Nuril Alamin, Kepala KUA Sanankulon yang mewakili Kemenag Blitar, mendorong agar proses administrasi pernikahan yang sudah tercatat di KUA dapat langsung dikoneksikan dengan layanan Lapak Maini. Dengan begitu, keluarga yang baru melahirkan tidak lagi terkendala dokumen dasar.

Capaian 1.128 KIA yang sudah terbit menjadi catatan penting bahwa kolaborasi lintas sektor berjalan efektif. Dispendukcapil menilai, angka ini tak hanya sekadar statistik, melainkan bukti bahwa layanan publik yang dekat dengan masyarakat bisa mewujudkan birokrasi yang inklusif dan adaptif.
“Harapan kami, masyarakat makin memahami arti penting dokumen kependudukan, terutama akta kelahiran. Karena dari sinilah perjalanan administrasi seorang warga negara bermula,” pungkas Tunggul.
Lapak Maini, yang semula hanya eksperimen integrasi layanan kesehatan dan administrasi kependudukan, kini menjelma instrumen pembangunan sosial di Kabupaten Blitar. Di tangan rumah sakit dan puskesmas, dokumen kependudukan tak lagi jadi proses panjang penuh antrean, melainkan bagian dari layanan awal kehidupan yang sah, cepat, dan bermartabat.
Baca Juga : Ahmad Irawan Desak BPN Percepat Layanan Pertanahan
Tak Sekadar Kartu, KIA Jadi Simbol Perlindungan Anak di Blitar
Di tengah arus modernisasi administrasi kependudukan, satu kartu berwarna merah muda kini memegang peran penting bagi generasi penerus: Kartu Identitas Anak (KIA). Dokumen yang diatur melalui Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 ini tak hanya berfungsi sebagai identitas resmi anak, tetapi juga pintu masuk menuju akses pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan sosial.
Di Kabupaten Blitar, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) terus mendorong masyarakat untuk memahami pentingnya KIA. Kepala Dispendukcapil Kabupaten Blitar, Tunggul Adi Wibowo, menegaskan bahwa kartu ini bukan sekadar formalitas. Menurutnya, KIA adalah bentuk perlindungan negara terhadap anak, sekaligus data valid bagi pemerintah untuk merancang kebijakan yang lebih tepat sasaran.
“Dengan KIA, hak anak atas identitas dan kepastian hukum bisa terjamin sejak dini. Ini bukan hanya kartu, melainkan jaminan masa depan mereka,” ujar Tunggul.

KIA hadir dalam dua kategori: untuk anak usia 0–5 tahun tanpa foto, serta usia 5–17 tahun yang sudah dilengkapi foto. Masa berlakunya hingga anak genap berusia 17 tahun, sebelum akhirnya beralih ke KTP elektronik. Meski berbeda dengan KTP biru yang dilengkapi chip dan biometrik, fungsi KIA tak kalah penting. Anak dapat menggunakannya untuk mendaftar sekolah, membuka tabungan, mendaftar BPJS, hingga klaim asuransi.
Pemerintah Kabupaten Blitar menerapkan berbagai jalur layanan agar penerbitan KIA lebih mudah diakses. Selain melalui kantor Dispendukcapil, pelayanan keliling juga rutin digelar di sekolah, rumah sakit, hingga ruang publik seperti taman bacaan. Tunggul menyebut, strategi ini terbukti efektif meningkatkan kesadaran masyarakat.
“Edukasi terus kami lakukan, terutama lewat pelayanan jemput bola. Kami ingin orang tua paham bahwa KIA sama pentingnya dengan akta kelahiran dan KTP,” jelasnya.
Di balik implementasi ini, terdapat pesan pembangunan yang lebih besar: menanamkan kesadaran administrasi sejak anak-anak. Kabupaten Blitar ingin memastikan bahwa tidak ada generasi yang hilang dari data kependudukan, sekaligus memperkuat perlindungan anak dari risiko sosial, termasuk perdagangan anak.
Bagi Tunggul, KIA adalah simbol perubahan cara pandang masyarakat terhadap dokumen kependudukan. “Ketika orang tua peduli pada identitas anak, sesungguhnya mereka sedang menyiapkan fondasi bagi masa depan yang lebih tertata,” katanya.
Melalui edukasi yang berkelanjutan, Dispendukcapil Kabupaten Blitar berupaya agar setiap anak tak hanya tercatat dalam kartu keluarga, tetapi juga memiliki identitas pribadi yang diakui negara.